Rabu, 03 Desember 2014

Cirque du Soleil Uji Bisnis Non-Sirkus

Pemain Cirque dalam pertunjukan di Vienna, Austria. MONTREAL—Pemilik dan pengelola perusahaan hiburan Cirque du Soleil menyaksikan bagaimana pertumbuhan mereka berkurang dalam beberapa tahun terakhir. Kini, mereka mulai memikirkan kunci pemulihan sukses. Apakah itu? Tak lain dan tak bukan: mengurangi pentas sirkus. Selama tiga dekade, raksasa sirkus asal Kanada ini terkenal lantaran adegan melayang-layang atau formasi akrobat serbatinggi. Bisnis Cirque begitu berkibar, mereka bahkan menjadi contoh studi kasus dalam jurnal sekolah bisnis soal pasar unik dunia. Namun, menyusul proyeksi suram dari konsultan, disambung pentas yang kian minim pujian serta pelemahan laba, eksekutif Cirque mengaku kini tengah melakukan restrukturisasi. Selain itu, perusahaan juga merombak fokus bisnis mereka, dari penampilan badut dan akrobat ke bisnis lain Pementasan “Varekai” oleh Cirque du Soleil di Lima, Peru, 16 Januari 2013. Pada 2013 silam, Cirque juga menghadapi kematian pertama salah seorang pemain akrobatnya. Ia meninggal, sesudah terjatuh dari ketinggian 28 meter dalam pentas di Las Vegas. Pentas Cirque absen hingga setahun sesudahnya. Saat kembali ke pentas sirkus, Cirque mengubah versi akrobat mereka. Berbagai perjuangan itu, menurut Chief Executive Daniel Lamarre, “membuat organisasi ini kian rendah hati.” Dalam wawancara belum lama ini dengan The Wall Street Journal di kantor Cirque, eksekutif utama perusahaan, termasuk pendiri dan pemilik 90% saham organisasi itu, Guy Laliberté, mengungkap perincian status finansial mereka. Di samping itu, Laliberté juga membagi rencana bisnis terbaru perusahaan. Cirque memburu posisi sebagai perusahaan yang atraktif di mata investor. Laliberté bulan lalu mulai mencari investor yang bisa membeli porsi signifikan saham perusahaan. Ia berencana mendiskusikan proposal sebelum akhir tahun ini, menurut sejumlah petinggi. Cirque berangkat dari kelompok yang tampil di jalanan Montreal, Kanada, pada era 1980-an. Penampilan mereka disokong dana dari pemerintah, sesudah sejumlah bank menolak untuk mendanai adegan seperti memakan api, titian pejalan, serta badut. Pentas Cirque merupakan hasil perombakan sirkus tradisional Amerika Utara, yang mendapat pengaruh teatrikal dari Rusia, Cina, dan Italia. Sirkus semacam ini terbukti populer dalam tur luar negeri. Pendapatan Cirque meroket sesudah mengamankan kesepakatan dengan kasino Las Vegas. Namun pada akhir 2011, firma konsultan Bain & Co melaporkan pasar Cirque sudah jenuh. Perusahaan harus hati-hati dalam menambahkan pentas baru, kata konsultan. Bain menyarankan Cirque mencari pertumbuhan dari produk baru, misalnya film, kata sumber. Tim eksekutif di bawah Laliberté juga menelurkan sebuah rencana restrukturisasi, yang mencakup pembentukan unit bisnis di bawah satu korporasi pusat. Tujuannya adalah mendongkrak aktivitas bisnis non-sirkus. Unit kerja baru Cirque termasuk divisi produksi teater musikal di Kota New York, Amerika Serikat. Selain itu, ada pula rumah produksi yang mulai beroperasi di bawah nama 45Degrees Events. Menurut petinggi, pertumbuhan paling pesat bagi perusahaan saat ini sama sekali bukan bisnis pementasan, melainkan penyediaan jasa tiket kepada AEG, perusahaan operator stadion dan arena. Pengamat pentas sirkus mengatakan, Cirque mesti hati-hati mewujudkan strategi, sehingga dapat memperluas bisnis ke fokus baru, tanpa mengusik merek utamanya sebagai entitas kreatif. “Apakah mereka sekadar mesin pencetak uang?” papar Jan Rok Achard, konsultan sirkus sekaligus mantan direktur Sekolah Sirkus Nasional Montreal. “Jika Anda tak mampu menjaga serta menyegarkan keinginan, kenapa masih bertahan?” Sumber : WSJ